Jumat, 30 Januari 2009

Mari kita tatap wajah orang-orang tercinta kita....

Ayah kita
Ibu kita
Suami atau istri kita
Kakak dan adik kita
Anak-anak kita
Saudara-saudara kita
Sahabat dan teman-teman kita
Semua orang-orang yang kita cintai dan dekat dengan diri kita
Rasakan cinta mereka…
Rasakan cinta yang senantiasa mengalir dan tersirat dari perbuatan mereka
Dan coba tatap lembut wajah satu-persatu saat tidur lelap mereka
Betapa mereka begitu berharga dalam hidup kita…
Rasakan getar cinta yang deras mengalir dalam diri kita
Akan bukti cinta mereka selama ini
Hari-hari yang telah mereka lalui bersama kita
Bahkan mereka menyembunyikan kelelahan dan keluh-kesah dari diri kita
Dan tetap tersenyum pada diri kita
Kebahagiaan mereka adalah apa yang bisa mereka beri bukan balasan yang akan mereka terima
Bahkan balasan itu takkan pernah setimpal dengan pemberian mereka

Mari ingat hari-hari mereka
Yang rela menukar nyawa demi melahirkan kita
Rela berkuah keriangat demi sesuap nasi masuk mulut kita
Mari ingat…
Betapa berjuta-juta dan takkan terhitung lagi kebaikan yang mereka diberikan pada diri kita
Bisakah kita menghitung dan mengingatnya?...

Apalagi setelah kita jauh dari mereka
Mari ingat kembali
Pengorbanan dan kesusahan mereka merawat dan membesarkan kita sampai saat ini
Rasakan kecintaan mereka
Yang terus mengirimkan bekal meski kita telah dewasa
Dan telah lepas kewajiban atas mereka
Relakah kita terus menyusahkan mereka?
Terus menetes air mata?

Mari rasakan mereka yang begitu merindukan kita
Kita juga begitu merindukanya
ingin bisa menatap keteduhan wajah mereka yang mulai keriput
Namun kita tak bisa menemuinya segera saat ini
Bayangkan seandainya terjadi sesuatu dengan orang tercinta kita
Tanpa kita ada disana
Tiada hadir disisinya
Tak punya andil dalam kesusahanya
Sedang mereka begitu mengharap-harap kedatangan kita
Anak yang mau menemani mereka
Pada sisa kehidupan mereka, pada detik pertemuan kita 
Kita tidak tahu, siapa yang lebih dulu dipanggil Allah
Apakah orang tua kita atau kita lebih dulu
Sedang kepastian pastilah menjemput
Kita begitu sibuk, memikirkan teman dekat dan rekan bisnis kita 
Dan seringkali melupakan mereka yang sepanjang hidup berjasa
Mereka yang saat ini kesusahan, kangen dengan anaknya
Dan mengharap kebahagiaan kita
Pengorbanan mereka seringkali tertutup kesalah-pahaman kecil kita
Yang entah kenapa kadang tampak besar
Kita seringkali melampiaskan kemarahan…
Bahkan kebanyakan pada orang yang paling kita cintai
Orang yang paling berharga dan dekat dalam hidup kita
Dan akhirnya hanyalah penyesalan…

Mari kita timbang-timbang
"Apakah kata yang kita ucapkan akan menyakiti orang-orang terdekat kita orang-orang yang kita cintai?"
Sekiranya akan menyakitinya sebaiknya kita batalkan, sebab akan semakin besar risiko kehilangan orang yang kita cintai
Jangan sampai kita begitu menyesal kemudian
Setelah ketidak-adaan (sepeninggal) beliau
Orang yang begitu kita cinta… :((

Mari cium tangan mereka, selagi kita bisa menyalaminya
Telphone mereka, selagi masih bisa mendengar suaranya
Pulang pada mereka segera selagi kita masih bisa menjumpainya
Tersenyum pada mereka saat ini, selagi matanya yang sarat kasih masih bisa menatap wajah kita
Ungkapkanlah kita begitu mencintai mereka, selagi mereka ada
Mari pulang sekarang sebelum kesempatan itu tiada

Resapilah kenangan manis dan pahit yang pernah terjadi dengan menatap wajah-wajah mereka
Orang-orang yang begitu kita cinta
Rasakan betapa bahagia dan haru, diri kita membuncah mengingatnya
Bayangkan apa yang akan terjadi jika esoknya orang terkasih itu tiada selama-lamanya
Puaskan kita menangis dipangkuan mereka…
Dari Seorang lelaki yang menangis waktu menuliskanya, berharap yang terbaik untuk orang yang begitu dicintainya setelah Allah dan rasulnya…
Semoga saudara dan saudariku bisa merasakan dan mengambil manfaat
Mari menangis mendo’akan mereka

“Rabbighfirlii waliwaalidayya warhamhumaa kamaa rabbayaani saghiiroo...”  
“ Ya Tuhanku, ampunilah dosaku dan dosa ayah ibuku, sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku sewaktu aku masih kecil... ”

Wallahua’lam

Muhamad Ulinnuha
Dalam kerinduan yang memuncak dihujan yang deras…

Kamis, 29 Januari 2009

Munajat (Rindu Rasul)


Alangkah rindunya kami kepadamu, ya Muhammad. Ingin kami belajar banyak, kursus kepadamu mengenai cara-cara yang engkau tempuh sehingga engkau dapat membalik kondisi umat yang sebelumnya jahiliyah, bodoh, barbar sampai tega membunuh bayi-bayi perempuannya, generasi terlupakan dan tidak diperhitungkan menjadi kaum yang besar, penakluk dan ikhlas. Engkau berhasil membentuk mereka menjadi generasi Robbani yang, Subhanallah, generasi yang begitu hebat sehingga dikatakan sebagai generasi terbaik hanya dalam waktu sekitar dua puluh tahun. Ini yang ingin sekali kami pelajari darimu, ya Muhammad. Makanya kami rindu sekali, ingin bertemu, ingin belajar banyak darimu, rindu sekali, terutama di tengah masyarakat yang sedang carut-matur seperti ini, masyarakat yang hampir-hampir mirip dengan atau bahkan melebihi bobroknya masyarakat yang dulu pernah engkau hadapi.

Hai, hati siapa yang tak kan terharu bila mengingat bahwa kaum yang engkau bina sebelumnya adalah kaum yang bermusuhan, saling bunuh tetapi kemudian mereka disatukan dengan satu kalimat tauhid, lailaha illallah, tiada tuhan selain Allah. Rindu siapa yang tak mengharu bila kejayaan dunia berada di genggaman mereka tetapi juga keikhlasan persaudaraan memancar tanpa keangkuhan. Merekalah hasil didikanmu wahai Muhammad, tentara yang dikirim perang yang dapat berbusung dada dalam kerendahan hati tanpa kesombongan sambil panglima mereka memuji bahwa mereka seperti singa di siang hari tetapi seperti rahib di malam hari. Merekalah hasil didikanmu yang berjuang mempertaruhkan nyawa menghadapi musuh di tengah alam yang keras tetapi mampu bangun di tengah malam bermunajat kepada Ilahi. Kami di sini bukan berperang bukan pula di tengah alam yang ganas, bekerja di tengah berbagai fasilitas kemudahan dan dapat beristirahat dengan tenang tanpa kekhawatiran tiba-tiba diserang, tetapi justru begitu sulit untuk sekedar bangun malam bahkan subuh pun sering kesiangan. 

Ya Muhammad, bagaimana kami bisa seperti mereka? Apa yang engkau ajarkan kepada mereka?

Wahai, alangkah tersentaknya kami ketika kami menyadari bahwa engkau katakan telah meninggalkan kepada kami dan kepada orang-orang semuanya dua warisan , dua pegangan sebagai bahan pelajaran agar bisa terbentuk generasi seperti generasimu. Engkau bahkan nyatakan kedua warisan ini akan membimbing sampai pada tujuan dan tidak akan sesat siapa saja yang mau berpegang kepadanya. Ya, sekarang kami sadar ternyata memang engkau meninggalkan warisan yang sangat besar. Ternyata, kami saja yang tidak pernah mendalami peninggalanmu itu, Ya Muhammad. Maafkan kami atas kelalaian kami selama ini. Terkadang kami memang membacanya tanpa pernah berusaha memahami maksudnya. Maaf, maafkan kami, ya Muhammad. 


Hanya, ya kami memang terkadang merasa rindu bertemu, ingin belajar, bertemu langsung denganmu. Kami merasa bahwa sekarang ini yang sangat kami butuhkan adalah pemimpin yang dapat kami tauladani tanpa plin-plan. Kami temukan dalam pribadimu yang bersahaja terkumpul sifat-sifat kepemimpinan yang dapat mengeluarkan kami dari keterbelakangan seperti sekarang ini. Kami tidak pernah menjadi tuan atas diri kami sendiri tetapi selalu menjadi budak bahkan oleh nafsu keserakahan kami. Dunia yang memperdaya, status jabatan dan necisnya pakaian selalu saja menyibukkan kami untuk sekedar berbagi senyum, berbagi salam dengan saudara-saudara kami. Berbangga-bangga dengan kekayaan dan menghitung-hitung simpanan bunga bank, telah menyebabkan dahi kami berkerut dan hari-hari kami dipenuhi hitungan-hitungan rugi laba, hilang kepedulian kepada sesama. Bahkan kebesaran jabatan kami, kemegahan fasilitas hidup kami telah melalaikan untuk sekedar bersujud memuji kebesaran Ilahi. Lingkaran rukuk sujud sholat kami seringkali hanyalah ibadah rutin, gersang tanpa keikhlasan. 

Kami rindu kepadamu, Ya Muhammad. Kami ingin menjadi sebenar-benar pengikutmu yang kelak di akhirat engkau akui sebagai pengikutmu.

Sumbawa, 10 Juni 2002

Kedamaian Dalam Al Qur’an


Kalau kita perhatikan berita-berita sekarang ini, ada suatu kondisi yang menarik pada keislaman kita, menarik dan sekaligus memprihatinkan. Sekarang ini umat Islam di mana saja sedang dalam cobaan berat. Di barat, di timur, utara, selatan di mana saja Islam sedang dilanda cobaan. Berat dan menyedihkan. Tetapi di tengah cobaan yang sedemikan berat terhadap Islam, penindasan ketidakadilan terhadap agama dan umat Islam, dan juga di tengah kondisi keumatan kita yang sudah parah justru semakin banyak orang yang tertarik bahkan kemudian masuk Islam. Setelah diselami, ternyata para muallaf itu masuk Islam bukan karena tertarik dengan perilaku umat Islam. Tetapi mereka tertarik masuk Islam justru karena keagungan dan kehebatan Al Qur’an. Kondisi ini ironis sekali bila dibandingkan dengan kita yang sudah, Alhamdulillah, lebih dahulu - bahkan terlahir - Muslim. Kita sedikit sekali berinteraksi dengan Al Qur’an ini.

Mungkin kita akan bertanya mengapa seperti ini. Di akhir surat Al Fath Allah SWT menjelaskan: 

... lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mu'min dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat taqwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat taqwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al Fath [48]:26). 

Subhanallah.

Kalau kita renungkan ternyata ketenangan, kedamaian inilah yang menyebabkan banyak orang bepergian ke seluruh penjuru dunia, lokasi-lokasi wisata, tempat-tempat yang diiklankan dapat memberikan kedamaian. Devisa dibayarkan, dolar-dolar dihamburkan, lokasi-lokasi baru dibuka yang terkadang tempatnya di puncak bukit, di pinggir pantai di tengah-tengah hutan dan sebagainya yang kesemuanya bermuara di satu kata: kedamaian. Akan tetapi Allah SWT menjelaskan bahwa Dialah yang menurunkan kedamaian di dalam hati orang-orang mukmin. Salah satu hadis mengatakan bahwa ada empat manfaatnya bagi kita apabila kita berinteraksi dengan Al Qur’an, selain diturunkan rahmat dan disebut-sebut nama kita di depan penghuni langit juga adalah diturunkannya kedamaian di dalam hati kita, orang yang membacanya. Ya, membacanya, membaca Al Qur’an akan mendatangkan kedamaian itu di dalam hidup kita. 

Salah seorang muallaf yang kemudian banyak menulis buku keislaman, Jeffry Lang, sewaktu ditanya apakah mengerti dengan bacaan yang dibacanya itu (Al Qur’an) ia mengatakan tidak sepenuhnya mengerti. Tetapi dengan membacanya ia merasa damai persis seperti damainya seorang bayi yang dininabobokan oleh merdu suara kasih sayang ibunya.

Jadi kalau kita inginkan kedamaian, tempatnya bukan di lokasi-lokasi wisata dengan mengeluarkan biaya yang mahal. Kedamaian itu ada di dalam Al Qur’an. 

Tapi ya itu tadi. Orang banyak yang tertarik ke Islam karena mereka mendapatkan keagungan Al Qur’an. Kondisi ini sangat berbeda dengan kita yang sudah lebih dahulu berislam. Kondisi ini berbanding terbalik dengan kita kondisi kita yang sudah lebih dahulu berada di dalam Islam. Ghirah, semangat berinteraksi kita dengan Al Qur’an hanyalah semangat hura-hura yang ditandai dengan piala-piala dan perayaan-perayaan tanpa berusaha mendapatkan kedamaian petunjuk di dalamnya. Astaghfirullah.

Sebelum terlambat, mari kita baca, pahami, amalkan Al Qur’an. Insya Allah di situ ada kedamaian.

Wallahua’lam bishowab
Sumbawa, 10 Juni 2002

Mudahnya Membuat Kerusakan

Di dalam Al Qur’an kita dapati banyak kisah mengenai umat-umat terdahulu yang dapat kita ambil pelajaran untuk kehidupan kita sekarang ini. Salah satu kisah yang disebutkan oleh Allah SWT adalah kisah tentang kaum nabi Musa ‘alaihissalam. Mengenai kaum Nabi Musa ini Allah SWT berfirman:

Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkatalah Musa kepada saudaranya yaitu Harun:"Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan". (QS. Al A’raf [7]:142)

Sebelum berangkat untuk berkhalwat kepada Allah di bukit Thursina untuk mendapatkan kitab Taurat, Nabi Musa berpesan kepada pembantunya, tangan kanannya yaitu Nabi Harun agar menggantikannya sebagai pemimpin kaumnya. Akan tetapi yang terjadi kemudian adalah kaumnya justru berbalik dari ajaran ketauhidan yang diajarkan oleh Nabi Musa dan bahkan menjadikan anak lembu sebagai sesembahan. Dan (ingatlah), ketika Kami berjanji kepada Musa (memberikan Taurat, sesudah) empat puluh malam, lalu kamu menjadikan anak lembu (sembahanmu) sepeninggalnya dan kamu adalah orang-orang yang zalim. (QS. Al Baqarah [2]:51)

Ikhwan fillah, di dalam riwayat kita dapati bagaimana kerasnya Nabi Musa ‘alaihissalam berjuang untuk mengajak kaumnya menyembah Allah, Tuhan yang Esa. Karena beratnya perjuangan beliaulah, maka Allah SWT menganugerahkan kepada beliau nikmat yang besar dimasukkan dalam golongan Ulul Azmi, lima orang nabi pilihan. Akan tetapi kerja keras beliau, jerih payah beliau hancur berantakan karena kaum yang beliau didik dengan ajaran ketauhidan berbalik meninggalkan ajaran tersebut hanya dalam waktu empat puluh hari. Kaum Nabi Musa menjadikan anak lembu sebagai sesembahan yang jelas berarti menyekutukan Allah sebagai sesembahan. Inilah seburuk-buruk penyekutuan.

Dari kisah kaum Nabi Musa di atas kita dapat mengambil pelajaran, alangkah mudahnya kita merusak sesuatu yang telah kita bangun dengan susah payah. Dalam kisah umat Nabi Musa ini, waktu yang dibutuhkan menghancurkan keyakinan hanyalah empat puluh hari. Dalam masa kita mungkin kurang dari itu. Hitungan waktu menjadi tidak berarti bila keingkaran telah bersarang di dasar hati. Dan apa saja hanya membutuhkan waktu yang jauh lebih pendek untuk merusaknya dibandingkan waktu yang panjang dan susah payah untuk membinanya. Termasuk iman yang telah kita tanam, kita pelihara, telah bersusah payah kita pertahankan bisa rusak gara-gara dalam hitungan satu kedipan mata tergoda bujuk rayu syaitan. 

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar ungkapan gara-gara nila setitik rusak susu sebelanga. Dan benar, apa yang telah kita pertahankan dengan susah payah dapat rusak hanya dalam waktu sekejap. Dan usaha kita ini, usaha untuk mempertahankan kebaikan ini akan menjadi sia-sia. Dan kita tentu saja tidak ingin menjadi orang yang pertahanannya sia-sia. 

Iman keyakinan ini adalah sesuatu yang perlu dipertahankan. Usaha mempertahankannya adalah usaha yang berat terutama di tengah kondisi kita yang seperti ini. di tengah-tengah hutan, tanah yang gersang terisolir dari peradaban masyarakat sebenarnya, tetapi dengan segala fasilitas kemudahan. Godaan untuk merusak keyakinan dari semua fasilitas yang ada, akses internet, email, tv channel dll. bisa dengan mudah memperdaya kita. Dan semua ini dapat dengan mengajak ke kerusakan pertahanan iman dan dalam waktu yang sangat singkat.

Di tengah kondisi seperti ini perjuangan mempertahankan keyakinan adalah usaha yang sangat berat. Yang mampu bertahan hanya orang-orang yang benar-benar mendapatkan bimbingan dari Allah. Marilah kita selalu memohon agar kita tetap mendapatkan kekuatan untuk mempertahankan indahnya dalam golongan orang beriman.

Billahittaufiq Wal Hidayah
Sumbawa, 6 Juni 2002

Khawatir dan sedih hati


Ada dua penyakit batin yang sangat mengganggu kelancaran perikehidupan kita. Penyakit yang kami maksud di atas adalah khawatir dan sedih hati. Penyakit pertama biasanya ditandai dengan berjubelnya tanda tanya yang menghiasi pandangan kita. Kepala dipenuhi dengan rentetan kekhawatiran jangan-jangan, jangan-jangan. Inilah was-was yang selalu menghalangi langkah menuju kemajuan. Jangan-jangan nanti begini, jangan-jangan nanti begitu dan banyak lagi jangan-jangan lainnya yang selalu memenuhi jalan darah dan rongga pikiran. Dan bahayanya lagi, penyakit pertama ini selain dapat mempengaruhi pikiran atau cara pandang terhadap sesuatu ia juga dengan jelas dapat langsung mempengaruhi fisik. Lemah jantung, mungkin itu yang agak jelas dampak langsung dari penyakit khawatir ini.

Penyakit kedua yang juga mempengaruhi gerak langkah manusia adalah rasa sedih. Perasaan ini apabila timbul dapat menghalangi langkah yang dinamis. Bagaimana bisa bergerak maju bila di dalam diri seseorang bersemayam perasaan melankolis, bersedih-sedih? Padahal untuk hidup yang bergerak cepat ini dibutuhkan orang-orang yang juga dapat bergerak luwes tanpa hambatan. Bukankah Allah SWT menegaskan bahwa hidup ini begitu dinamis? Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, (QS. Nasyrah [94]: 7). Atau dengan kalimat lain kita diharuskan bergerak maju, pindah untuk mengerjakan hal lain dengan sungguh-sungguh apabila telah menyelesaikan satu hal karena dunia ini tidak butuh orang yang berleha-leha. Dan ia tidak pernah peduli pada orang-orang yang merajuk. Siapa yang dinamis, maka ia akan bisa bertahan. Dan sayangnya, orang yang bersedih, cenderung tidak akan bisa cepat melangkah.

Banyak orang yang mengidap penyakit khawatir dan bersedih ini cenderung tidak tahu penyebab kekhawatiran dan kesedihannya. Tetapi yang lebih banyak adalah banyak orang yang tidak menyadari bahwa ia sesungguhnya mengidap penyakit ini. Takut mengatakan yang benar karena khawatir dikatakan tidak memiliki rasa toleransi, khawatir dikatakan tidak memiliki solidaritas antar kawan, takut memihak kepada yang lemah atau dilemahkan karena khawatir menghalangi status keduniaan dan perjalanan jabatan, sedih bila nanti anak keturunan tidak dapat, umpamanya, sekolah di sekolah favorit bersama-sama anak-anak orang kaya lain, takut berkawan dengan saudara-saudara seiman karena nanti bisa dikatakan fundamentalis dan lain-lain adalah contoh-contoh kecil kekhawatiran dan rasa sedih yang mestinya tidak ada. 

Kalau kita perhatikan ayat-ayat Al Qur’an, kedua penyakit ini sering diulang-ulang (lihat QS 2:62, 112, 262, 274, 277; QS 3:170, QS 4:69 dll). Hal ini menunjukkan bahwa dua penyakit ini cukup penting dalam pandangan Allah SWT dengan melihat beberapa akibat seperti kami contohkan di atas. Karena itu dua penyakit ini perlu disembuhkan.

Untungnya kalau kita lebih memperhatikan ayat-ayat yang menunjukkan penyakit khawatir dan sedih ini, kita akan menemukan bahwa Allah SWT langsung memberikan terapi penyembuhannya. Terapi yang dimaksud adalah iman kepada Allah. Perhatikan salah satu ayat ini:

...Dan bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhan-nya dan tidak ada kekhawatiran pada mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. Al Baqarah [2]:112). 

Di sini obat rasa khawatir dan sedih hati itu adalah penyerahan diri kepada Allah. 

Sekarang coba perhatikan ayat ini. 

Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberi kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (QS. Al An’am [6]:48). 

Di sini obatnya adalah iman dan mengadakan perbaikan. 

Sesunguhnya orang-orang yang mengatakan:"Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. (QS. Al Ahqaf [46]:13).

Intinya, obat penyakit khawatir dan bersedih hati hanyalah iman kepada Allah. Insya Allah semakin kuat keyakinan kita kepada Allah, semakin kita tunduk taat kepada perintah-perintah-Nya, maka semakin kuat daya sembuh iman kita itu terhadap kedua penyakit ini. Mari kita tingkatkan iman keyakinan kita kepada Allah SWT dengan menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya agar kita terhindar dari penyakit khawatir dan bersedih hati ini. Wallahua’lam Bishshowab.

Sumbawa, 22 Mei 2002

Menyepelekan Amal


 

Dalam kitab sahih Bukhari ada diriwayatkan sebuah hadis dari Aisyah ra yang memberitakan bahwa Rasulullah SAW biasa memberikan amal untuk dikerjakan oleh masing-masing sahabat sesuai dengan kemampuan para sahabat. Akan tetapi para sahabat yang menerima amalan untuk dikerjakan tersebut banyak yang protes karena menurut mereka amal-amal tersebut ringan-ringan saja sedangkan mereka masih sanggup mengerjakan amal lain yang lebih berat. Bahkan ada yang protes sampai bilang bahwa mereka bukanlah seperti Rasulullah yang ma’shum, yang telah mendapat jaminan ampunan dosa dari Allah.

Mendengar protes para sahabat tersebut Rasulullah marah sekali. Beliau mengatakan bahwa yang paling bertakwa dan paling memahami agama ini adalah beliau. Beliau menegaskan agar para sahabat jangan sekali-kali menganggap enteng pahala amal-amalan yang beliau perintahkan.

Paling tidak ada dua hal menarik yang dapat kita lihat sebagai renungan kita dari kutipan hadis di atas. Pertama adalah ‘keresahan’ para sahabat yang hanya diberikan amalan-amalan yang ‘ringan-ringan saja’. Mereka bahkan sampai berani mengajukan protes terhadap hal ini. Menurut para sahabat tersebut, mereka janganlah diberikan amalan-amalan yang berpahala kecil sebab mereka ingin berlomba-lomba mengumpulkan pahala tentunya sebagai pemberat timbangan amal kebaikan di akherat kelak. Mereka meminta Rasulullah SAW memberikan kepada mereka amalan yang lebih berat yang mestinya juga berpahala lebih berat.

Yang perlu kita renungkan adalah alangkah berbedanya ghirah, semangat beribadah para sahabat dengan semangat kebanyakan dari kita sekarang. Dalam hidup kita sekarang ini, seringkali kita tidak memiliki semangat untuk ber-fastabiqul khairat- berlomba-lomba dalam kebaikan. Kita sering merasa cukup berada di luar arena, menjadi penonton atau bahkan pengulas, pengeritik perlombaan kebaikan yang dilakukan oleh orang lain. Ketika orang lain bersedekah, berinfak sekian-sekian kita sering komentari mereka mencari muka, mencari dukungan. Ketika orang lain rajin sholat berjamaah ke masjid walau pun dingin-dingin di pagi subuh, kita berdalih dengan hadis yang menyatakan bahwa Islam itu mudah maka janganlah dipersulit, cukuplah sholat di kamar saja kalau masih mengantuk. Kita lebih sering memposisikan diri sebagai penonton dan pengeritik tanpa keinginan terlibat dalam perlombaan meraih ridho Ilahi.

‘Ala kulli hal, kita jarang berusaha bertanya ibadah apa lagi yang bisa kita tingkatkan. Kita jarang resah karena tidak dapat meningkatkan amal ibadah kita. Kita sering merasa aman dengan amal yang sudah ‘rutin’ kita kerjakan tanpa ada upaya-upaya untuk pindah ke level yang lebih tinggi. Inilah sebenar-benar status quo!

Yang kedua adalah, bagaimana Rasulullah ‘meluruskan’ protes para sahabat yang menganggap bahwa amalan-amalan yang ringan-ringan akan selalu berpahala kecil.

Yang terjadi pada masa sekarang adalah, selain kita senang dengan status quo, begitu mudahnya kita melupakan amalan-amalan kecil untuk dijadikan kebiasaan. Contoh kecil, coba perhatikan berapa banyak orang Islam yang berdoa sebelum makan. Jangankan berdoa, mengawali makan dengan bismillah saja lupa! Kalau makanan sudah siap, sikat habis. Ini baru mengawali makan. Coba perhatikan lagi, berapa banyak orang yang berani mengucap salam ketika bertemu. Apalagi atasan ke bawahan, staf ke non-staf. Jarang, kalau tidak boleh dikatakan tidak ada! Padahal untuk salam ini ada hadis yang menyatakan, jatah surga jatuh pada orang yang mendahului mengucap salam. Bagaimana dengan ucapan hamdalah, yarhamukallah pada saat bersin? Kayaknya lebih sering keluar ucapan bless you, ya? Mungkin karena kedengaran lebih keren... Dan seterusnya, dan seterusnya.

Yang ingin kami katakan, mari kita budayakan amalan-amalan kecil yang Islami, mengucap salam pada saat bertemu, berdoa pada saat makan atau sekedar bismillah, mengucap hamdalah ketika bersin dan membalas mendoakan dengan yarhammukallah bagi orang yang bersin (semoga Allah menyayangimu) dan lain sebagainya sambil kita berusaha meningkatkan level ketakwaan kita ke level yang lebih baik. Insya Allah amalan-amalan ringan ini dan upaya kita untuk menjadi pelaku ibadah yang lebih baik bisa menyemarakkan dakwah di lingkungan kita yang gersang ini.

Billahittaufiq Wal Hidayah
Sumbawa, 7 Mei 2002

Ibda’ bi nafsik, mulailah dari diri sendiri


Melihat kondisi keumatan kita dewasa ini banyak orang beranggapan bahwa sekarang ini adalah masa yang sangat kacau. Inilah titik puncak dari kerusakan umat. Menurut mereka, sekaranglah zaman seperti yang sering disebut-sebut sebagai zaman edan. Orang sudah demikian tidak peduli dengan nilai-nilai moral. Ini tampak pada statistik kejahatan yang justru menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Derajat kemanusiaan pun sudah tidak dihormati lagi. Orang dengan demikian enaknya merampok kemudian membunuh pemiliknya, bahkan anak kecil anggota keluarga pemilik harta tersebut. Sesuatu yang sangat biadab pun, yang tampaknya tidak mungkin dilakukan oleh orang-orang terdahlulu, dilakukan oleh manusia sekarang. Nilai-nilai moral sudah menjadi sesuatu yang tidak ada maknanya lagi. Orang sudah tanpa malu-malu korupsi, menggelapkan harta yang bukan haknya kemudian, setelah lama baru terbongkar, ia dengan enaknya pula mengembalikannya juga tanpa rasa malu-malu. Pokoknya sekarang lah zaman itu. Zaman edan, zaman yang penuh kerusakan.

Kita pun tampaknya mesti setuju dengan pendapat ini, bahwa sekarang zaman sudah sedemikian rusak. Tentunya untuk mengambil kesimpulan seperti ini kita mesti mendasarkan pendapat pada suatu standar yang baku, yang kuat. Tidak lain yang mesti kita jadikan standar adalah Al Qur’an. Kita katakan zaman sudah rusak karena banyak kejadian yang berlaku yang justru bertentangan dengan nilai-nilai Qur’ani. Contoh kecil, orang sudah demikian tanpa malu-malu meninggalkan perintah sholat misalnya, dan orang yang di dekatnya tidak menegur, tidak menasihati gara-gara beranggapan bahwa itu kan hak pribadi. Jelas ini bertentangan dengan wa tawashau bil haq, saling nasihat-menasihati dalam kebaikan. Atau banyak orang yang berpidato, ke sana kemari berbicara kebaikan, mengusung nilai-nilai moral sementara dia sendiri adalah pelanggar nilai-nilai moral. Jelas ini bertentangan dengan nilai Qur’ani yang mengatakan bahwa Allah sangat besar murkanya terhadap orang yang hanya berkata sesuatu yang tidak dikerjakannya. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. (QS. As Shaf [61]:3). Dan banyak lagi hal yang berlaku yang bertentangan dengan nilai Qur’ani. Inilah yang bisa mengantarkan kita pada kesimpulan bahwa zaman sekarang sudah rusak.

Akan tetapi tidak berhenti di situ saja. Sebagai umat yang hanif, yang selalu condong ke kebaikan dan perbaikan, kita tidak sepantasnya hanya menjadi penonton, menyesali keadaan sekarang yang rusak ini. Islam menganjurkan kepada umatnya untuk menjadi pembaharu, agen perbaikan, orang yang saleh dan muslih, orang yang baik dan mengajak ke arah kebaikan. Bahkan tidak kurang empat puluh kali Allah SWT mengulang tentang kewajiban berbuat baik ini. Di antaranya, ‘berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al Qashash [28]:77).’ Dan kewajiban berbuat baik ini, melakukan perbuatan ke arah perbaikan ini merupakan kewajiban individu yang seperti judul renungan kita hari ini, mesti kita mulai dari diri kita sendiri. 

Mestinya sekarang kita bertanya kepada diri sendiri. apakah kebaikan yang sudah saya lakukan hari ini? Apakah usaha saya untuk memperbaiki kondisi ini? Adakah perilaku hidup saya termasuk dalam kategori kerusakan? Kalau ada, saya mesti menghentikannya agar saya tidak menjadi penyumbang terhadap kerusakan yang lebih parah. Inilah beberapa pertanyaan yang bisa kita ajukan kepada diri sendiri. 

Marilah kita awali hari kita dengan sesuatu yang baik.
Billahittaufiq Wal Hidayah
Sumbawa, 7 April 2002

Jilbab Keselamatan



Hai Nabi katakanlah kepada isteri isterimu, anak anak perempuanmu dan isteri isteri orang mu'min:"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab [33]:59) (lihat juga An Nur [24]: 31)

Perintah berpakaian yang menutup aurat bagi perempuan adalah tanggung jawab kita semua, laki laki dan perempuan. Bahkan kalau diperhatikan sebenarnya perintah berjilbab itu turun kepada laki laki. Yang diperintah itu laki laki. Laki laki diperintah untuk menyuruh istrinya, anak anaknya, istri istri kaum muslimin untuk mengulurkan jilbab sampai seluruh tubuhnya. Perumpamaannya adalah seperti seorang camat yang menyuruh seorang kepala desa, "Hai kepala desa, perintahkan masyarakatmu membuat pagar di sekeliling rumah mereka." Apabila masyarakat tidak memagar rumahnya, yang dimintai pertanggungjawaban, yang dimarahi oleh bapak camat tentulah kepala desa. Dan sebagai warga masyarakat yang baik, tentu kita tidak ingin kepala desa kita dimarahi oleh camat. Dan kepala desa yang baik tentu tidak ingin mendapatkan teguran keras dari camat gara gara masyarakatnya tidak memagar rumahnya. Karena itu ia akan selalu menekankan tentang perintah memagar halaman ini sampai semua rumah warganya berpagar. Kalau masyarakat sayang kepada kepala desanya, agar jangan dihukum oleh camat, satu satunya cara adalah masyarakat memagar sekeliling rumahnya. Demikian kira kira logika perintah menutup aurat ini. Perintah ini turun kepada laki laki agar menyuruh istri istrinya, anak anaknya, istri istri orang beriman mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Kalau seorang perempuan sayang kepada suaminya (kalau sudah menikah) atau sayang kepada bapaknya, agar jangan dihukum gara gara melalaikan perintah menutup aurat ini, satu satunya cara adalah tutuplah aurat. Ini sebenarnya untuk membantu suami atau bapak agar jangan mendapatkan pertanyaan, mendapatkan hukuman di akhirat kelak. 

Dari tinjauan psikologis pun, perintah menutup mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh ini pun sangat sesuai. Kalau direnungkan, sebenarnya lelaki itu, secara alamiah bersikap lebih agresif dan imajinatif. Maaf maaf saja ini pengakuan jujur dari kaum laki laki. Dengan melihat perempuan secara sepintas saja, seorang laki laki akan bisa menampilkan gambar lengkap perempuan tersebut sesuai dengan imajinasinya. Maaf sekali lagi, silakan koreksi terutama dari laki laki, kalau perempuan lewat di depan laki laki walaupun perempuan tersebut berpakaian lengkap, laki laki itu bisa menampilkan gambarannya dalam keadaan, maaf, telanjang! Inilah laki laki. Makhluk yang sangat menderita dengan dirinya karena sifatnya ini, makhluk yang katanya perkasa tetapi sangat rapuh terutama oleh gangguan imajinasi imajinasinya. Makanya panduan ketat diberikan kepada laki laki. Apabila bertemu dengan perempuan segeralah tundukkan pandangan. Apabila sudah siap, bagi yang belum menikah segeralah menikah. Bila belum mampu, puasalah. Ini sebagian panduan kepada laki laki. Berat. Jadi, perintah menutup aurat itu juga sekalian membantu laki laki agar jangan terlalu sering muncul sifat liarnya. Karena dengan pesonanya, perempuan dapat menjatuhkan laki laki hanya dari sudut kerling matanya.

Sekali lagi, ini tanggung jawab kita semua. Kita saling bantu. Perempuan membantu laki laki. Perempuan membantu dirinya sendiri agar terhindar dari sifat ‘liarnya’ laki laki atau dalam ungkapan ayat di atas, agar mereka tidak diganggu.

Wallahua’lam

Semoga Allah SWT selalu memberikan kekuatan kepada kita untuk melihat yang benar itu benar dan dikuatkan untuk melaksanakannya. Dan semoga kita dapat melihat yang salah itu salah, dan kita kuat menjauhinya. 

Billahittaufiq Wal Hidayah
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Sumbawa, 4 April 2002

Gugurkan Segala Kesombongan dengan Sholat Berjamaah


Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku'. (QS. Al Baqarah:43)

Salah satu hikmah sholat berjamaah adalah menggugurkan kesombongan rasa besar diri yang membesarkan semua predikat keduniaan, pangkat, jabatan, harta dan nama yang disandang dan menggantinya dengan penyerahan total terhadap kebesaran Ilahi. Ini dibuktikan dengan fakta bahwa barisan sholat berjamaah, shaf-shaf sholat tersebut tidak pernah terbentuk berdasarkan golongan, jabatan, staf-non staf, dan lain-lain predikat keduniaan. Di mana pun sholat berjamaah didirikan, ia tidak didasari oleh semua predikat ini. Yang pegawai rendahan apabila kebetulan berdiri di sebelah seorang senior manajer, misalnya, dia harus tanpa sungkan-sungkan merapatkan barisan dengan bapak manajer tersebut. Demikian juga pejabat tinggi tidak boleh, misalnya karena alasan derajat menjadi turun gara-gara bersebelahan dengan bawahan, tidak boleh meminta perlakuan istimewa dengan mengkavling ruang sholat sekehendak hatinya dan tidak memperbolehkan orang lain merapatkan barisan dengannya. Kesombongan-kesombongan seperti inilah yang digugurkan oleh persatuan shaf sholat berjamaah. Ini yang pertama. 

Alasan lain sehingga dikatakan sholat berjamaah tersebut dapat menggugurkan kesombongan adalah sifat gerakan sholat itu sendiri. Pada saat sujud, kepala tempat berdiamnya intelegensi yang sering dipertuhankan dan raut wajah elok yang sering dibanggakan karena kegagahan dan kecantikannya, saat sujud kepala dan wajah sumber kesombongan ini tersungkur lebih rendah dari jalan keluar kotoran yang menjijikkan. Inilah dua hal yang dapat memberikan pelajaran kepada kita, menyadarkan kita bahwa dengan sholat berjamaah kesombongan adalah sesuatu yang menggelikan. Semua predikat keduniaan, pangkat jabatan dan nama besar yang disandang tidaklah ada artinya di depan Allah. 

Bagi orang yang ingin menghilangkan kesombongan diri, seharusnya banyak-banyak mendatangi shaf-shaf sholat berjamaah yang didirikan. Cuma sayangnya, sampai saat ini sering kali kita temukan tiang masjid berjumlah jauh lebih banyak dari jumlah orang yang menghadiri sholat berjamaah tersebut. Sepinya orang yang menghadiri sholat berjamaah ini bukan disebabkan ketidaktahuan akan hikmah-hikmah sholat berjamaah. Justru yang terjadi adalah biasanya kita berapologi, mencari pembenaran diri, mencari alasan-alasan yang kira-kira dapat kita jadikan hujah atas ketidakhadiran kita dalam jamaah sholat ini. Di samping itu, ada kenyataan bahwa kita lebih bisa profesional dalam urusan dunia tetapi untuk urusan ibadah seringkali kita tidak bisa profesional. Kita merasa cukup dengan mengandalkan orang lain. Kalau orang lain sudah mendirikan sholat berjamaah, maka cukuplah. Kira-kira demikian alasan sebagian di antara kita. 

Atau jangan-jangan sepinya barisan sholat berjamaah di masjid-masjid gara-gara kita masih merasa bahwa status keduniaan kita menghalangi kita membangun jamaah dengan jamaah lain yang cuma pegawai rendahan. Atau justru kita merasa bahwa bokong kita masih kurang cantik untuk mengatasi wajah kita yang elok. Kalau ini yang menghalangi kita mendatangi jamaah sholat yang didirikan, marilah kita tertawakan diri atas kebodohan kita ini.

Terakhir, marilah kita biasakan ruku’ bersama orang-orang yang ruku’ agar terbiasa hati kita menghapus semua kebesaran diri dan mengikrarkan bahwa yang besar hanyalah Allah. Allahu Akbar.

Perampuan-Labuapi, 29 Maret 2002

Golongan Orang orang yang Sesat


Salah satu golongan orang yang termasuk celaka menurut hadis adalah orang yang selalu ingat akan kebaikan yang telah dilakukannya padahal belum tentu kebaikan tersebut diterima di sisi Allah. Potongan hadis ini memberikan gambaran kepada kita bahwa tidak semua kebaikan yang kita lakukan, apa pun bentuk kebaikan, ibadah yang kita lakukan, tidak semuanya langsung diterima oleh Allah. Al Qur’an bahkan jelas-jelas menerangkan bahwa ada orang yang ketika melakukan sholat pun, bukan pahala yang didapatkannya, tetapi justru kecelakaan. Maka celakalah orang-orang yang sholat, yaitu orang-orang yang lalai dalam sholatnya. Dan orang-orang yang riya (QS. Al Maun [107]: 5-6).

Demikian juga ibadah lain. Puasa misalnya. Kita temukan ada hadis yang menjelaskan bahwa berapa banyak orang yang puasanya hanya mendapatkan haus dan lapar saja. Untuk ibadah sholat kita bahkan menemukan di dalam hadis, kelak akan ada orang yang dilemparkan ke wajahnya sholat yang dilakukannya. Untuk sholat malam pun dikatakan bahwa ada orang yang hanya mendapatkan kantuk dan capai saja dari sholat malamnya. Sedekah yang dikeluarkan pun akan hilang pahalanya apabila diikuti dengan menyebut-nyebut sedekah tersebut dan menyakiti hati si penerima. Artinya orang yang bersedekah tersebut sum’ah, memperdengar-dengarkan dan bercerita kesana-kemari kepengen diakui sebagai orang dermawan dengan sedekahnya itu. 

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian... (QS. Al Baqarah [2]: 264).

Kalau kita perhatikan ternyata kesemua ibadah yang tertolak tersebut ternyata tidak disertai dengan keikhlasan, tidak karena Allah. Yang ingin kami katakan adalah alangkah ruginya kita sudah capek-capek berbuat kebaikan, beribadah tetapi lantaran tidak disertai dengan keikhlasan kita tidak mendapatkan apa-apa balasan di akherat. 

Jadi ikhlas inilah yang seharusnya menjadi landasan semua kebaikan yang kita lakukan. Ikhlas artinya berbuat semata-mata karena Allah, bukan karena tujuan yang lainnya. Tidak mengingat-ingat kebaikan tersebut dan tidak berbangga dengannya. (Lihat QS 2:196; 4:146; 5:8; 16:41; 65:2). Bahkan orang yang ikhlas ini lah satu-satunya yang akan terbebas dari usaha syetan menyesatkan manusia. 

Iblis berkata:"Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, keculi hamba-hamba Engkau yang mukhlis diantara mereka". (QS Al Hijr. [15]: 39-40)

Ya Allah jadikanlah kami orang-orang yang selalu ikhlas beribadah kepada-Mu. Terimalah dari kami dan jangan sia-siakan amal ibadah kami. Ya Allah kami takut ibadah kebaikan kami tidak ada yang Engkau terima. Ikhlas ya Allah, berikan kami keikhlasan beribadah kepadaMu. Amien.

Sumbawa, 22 Maret 2002

Mazhab Iblis

Allah berfirman, "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu". Iblis menjawab, "Aku lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan aku dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah". (QS. Al A’raf:12)

Ikhwani fillah, dialog tersebut terjadi antara Allah Al Khaliq dengan Iblis laknatullah sewaktu penciptaan Adam. Dengan kesombongan yang demikian besar Iblis berani ingkar kepada perintah Allah untuk bersujud kepada Adam hanya karena ‘merasa’ lebih baik dari Adam. Dia yang diciptakan dari api mengaku lebih baik dari Adam yang Allah ciptakan dari tanah. Dan di akhir episode, rasa besar diri Iblis inilah yang kemudian mengantarkannya mendapat julukan laknatullah. 

Mari kita renungi apa yang diakui oleh Iblis laknatullah ini. Iblis mengaku berkualitas lebih baik dari pada Adam hanya gara-gara bahan penciptaannya dari api sedang Adam Allah ciptakan dari tanah. Inilah mazhab, jalan pola pikir Iblis. Iblis mendasari penilaian baik dan buruk hanya atas dasar bahan penciptaan, atas dasar materi, sesuatu yang kasat mata. Bukankah baik dan buruk itu adalah nilai? Jadi tentu saja tidak pantas kita menilai berdasarkan materinya. Dan kita, ternyata kita pun seringkali mengikuti pola pikir dan perilaku Iblis ini. Penilaian baik dan buruk terhadap seseorang sering kita dasarkan pada jabatan, kekuasaan, harta kepunyaan orang tersebut. Terhadap orang yang golongan menengah ke atas kita sering nunduk-nunduk, manggut-manggut, inggih-inggih dengan tangan menekuk di bawah pusar. Sedangkan terhadap orang yang berada di bawah kita, orang miskin di sekeliling kita, seringkali kita berkacak pinggang setinggi dada hanya gara-gara kita merasa penciptaan kita, nasib dan nasab kita, lebih baik dari dia. Naudzubillah. 

Jelas pengakuan seperti ini bertentangan dengan garis yang telah ditetapkan oleh Allah. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah yang paling bertaqwa. Inilah konsep baik dan buruk dalam pandangan Allah yang tercantum di dalam Al Qur’an. Yang paling baik ialah dia yang paling ikhlas menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Yang paling buruk adalah dia yang paling sombong bermaksiat kepada Allah. 

Ikhwan fillah, saudaraku, sudah saatnya kita mengoreksi diri sambil memohon kepada Allah agar dijauhkan dari mazhab, pola pikir dan perilaku Iblis ini. Terakhir, satu-satunya cara untuk mendapatkan gelar terbaik adalah dengan bertaqwa, dan tidak ingkar kepada perintah-perintah Allah. Hanya sekali Iblis ingkar, bermaksiat terhadap perintah Allah dia sudah digelari laknatullah. Dan setelah dilaknat oleh Allah, Iblis berjanji untuk menyesatkan umat manusia semuanya. Jadi mari kita memohon kepada Allah SWT agar dijauhkan dari perilaku Iblis dan godaannya. 

Wallahua’lam bishshowab.

Sumbawa, 26 Maret 2002

Memperbarui Ikrar Syahadat

Syarat sah syahadat sebagai bukti keislaman kita ada tiga. Pertama adalah syahadat tersebut harus diucapkan dengan lisan. Walaupun ada orang misalnya dari pengikut agama lain sering mencoba melaksanakan ibadah-ibadah ritual kita, umpamanya ikut berpuasa di bulan Ramadhan, tetapi karena lisannya tidak pernah mengikrarkan persaksian tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, maka orang tersebut belum termasuk di antara golongan orang-orang Muslim. Jadi pernyataan dengan lisan merupakan gerbang menuju ke dalam golongan Islam.

Syarat yang kedua adalah apa yang telah diikrarkan dengan lisan tersebut harus dibenarkan dengan hati. Seberapa pun seringnya bibir menggumamkan syahadat, tetapi apabila hati menolak pernyataan tersebut, maka ikrar persaksian tersebut dianggap batal. Mungkin di tengah-tengah kita banyak kita jumpai orang yang sekedar mengucapkan syahadat untuk tujuan-tujuan tertentu, untuk dapat sekedar diakui sebagai bagian dari golongan Islam yang kemudian agar sah sebuah pernikahan misalnya, padahal hatinya menyimpan niat jahat menolak pernyataan tersebut. Inilah munafik. Antara ikrar lisan dengan pernyataan hati terputus, tidak sejalan dan bahkan di dalam hati menolak pernyataan lisannya sendiri. Allah SWT menjelaskan prilaku orang seperti ini sebagai orang-orang yang:

Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, "Kami telah beriman". Dan apabila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok". (QS. 2:14). 

Syarat terakhir adalah peryataan lisan tersebut hari dibuktikan dengan perbuatan. Yang namanya saksi akan selalu dimintai bukti-bukti penguat atas persaksiannya. Apabila sebuah persaksian yang tanpa disertai bukti yang kuat, maka otomatis pembuktiannya menjadi lemah dan inilah yang disebut dengan mengaku-ngaku. Seseorang yang mengaku beriman kepada Allah tetapi tidak menjalankan perintah-perintah-Nya bahkan melanggar larangan-Nya jelas dapat dikatakan sebagai saksi yang memiliki bukti yang lemah, sehingga persaksiannya tertolak. 

Pernyataan lailaha illallah Muhammada rrasulullah memang merupakan kunci untuk masuk ke dalam anugerah Allah yaitu surga. Akan tetapi perlu diingat, kunci itu juga memiliki gigi-gigi. Apalah artinya sebuah kunci bila tidak bergigi. Nah gigi dari kunci untuk dapat membuka pintu surga ini adalah ketaatan, ketaqwaan terhadap pelaksanaan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. 

Sekarang kita tanya diri kita masing-masing, konsistenkah apa yang kita ucapkan dengan apa yang kita yakini kebenarannya? Apakah antara pernyataan lisan, pembenaran dengan hati itu sejalan dengan perbuatan-perbuatan kita? Apabila ternyata masih terputus, tidak bersesuaian antara ketiganya, maka marilah mulai hari ini kita tanamkan niat untuk melaksanakan anjuran Rasulullah untuk selalu memperbarui syahadat kita.

Ya Allah bimbinglah kami untuk selalu berjalan di atas jalan yang telah Engkau ridhoi. Amien. 

Wallahua’lam Bishowab

Sumbawa, 25 Maret 2002

Mencintai Rasulullah


Demi Allah, belum sempurna iman seseorang sampai aku lebih dicintai daripada bapak-ibunya, keluarganya dan manusia seluruhnya (Al Hadist).

Sekarang ini Rasulullah telah tiada. Cara yang paling tepat untuk menunjukkan kecintaan kita adalah mengikuti semua ajarannya, ajaran yang dibawa oleh Rasulullah yang bersumber dari wahyu Ilahi. Mengikuti semua ajaran Nabi berarti juga mengikuti ajaran Allah SWT karena semua apa yang disampaikannya bersumber dari wahyu Ilahi. Al Qur’an telah menegaskan hal ini, bahwa semua yang dibawa oleh Rasulullah bukanlah berasal dari dirinya: Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) (QS. An Najam 53:1-4)

Agama Islam ini, ajaran yang dibawa oleh Rasulullah yang berdasarkan wahyu Ilahi ini sudah demikian paripurna, lengkap menyeluruh mengatur semua aspek kehidupan kita. Ia mengatur dari mulai kita bangun tidur sampai tidur lagi. Bahkan seandainya pun di tengah-tengah tidur kita terbangun, kita akan dapatkan pembahasan mengenai kegiatan di antara tidur ini baik itu aktivitas rohani, misalnya mendekatkan diri dengan Ilahi melalui ibadah sholat tahajjud maupun aktivitas non-spiritual. Kesemuanya sudah tersusun lengkap di dalam Islam.

Persaudaraan, akhlak mulia, penghormatan terhadap kemanusiaan semua manusia dalam arti persamaan derajat juga mendapatkan porsi yang besar dalam ajaran ini. Kasih sayang sesama manusia tanpa memandang status keduniaan sangat jelas dalam Islam.

Pernah salah seorang sahabat ‘terpandang’ tanpa sengaja melakukan penghinaan terhadap sahabat Bilal dengan memanggilnya dengan sebutan putra budak hitam. Mendengar itu muka Rasulullah merah padam, marah sampai keluar ucapan celaka, celaka, celaka tiga kali. Lanjutan hadis mengenai hal ini menegaskan bahwa tidak ada kelebihan keturunan arab dan bukan arab. Yang membedakan antara seorang hamba dengan hamba lainnya hanyalah derajat ketakwaan. Mendengar teguran keras dari Rasulullah, sang sahabat bangsawan tersebut langsung menjatuhkan diri di hadapan Bilal, dengan menempelkan pipinya di tanah meminta Bilal untuk menginjak mukanya sebagai balasan atas penghinaan yang telah beliau lakukan. Subhanallah!

Bilal, salah seorang sahabat keturunan kulit hitam, yang dulunya seorang hamba sahaya kemudian dibebaskan oleh Abu Bakar, yang bermuka buruk sampai kalau pun tersenyum anak kecil pun menangis ketakutan, Bilal yang miskin dan hitam ini pun mendapatkan penghormatan yang sama dengan sahabat-sahabat lain yang kebetulan mendapatkan anugerah kekayaan. Bahkan diceritakan dalam sebuah hadis sewaktu melakukan Isra’ Mikraj, Rasulullah menemukan terompah Bilal sudah lebih dahulu berada di surga. Jadi betul-betul hanyalah derajat ketakwaan yang membedakan, bukan derajat lainnya. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling takwa.

Marilah sekarang kita tengok keseharian kita. Berapa sering kita nunduk-nunduk atau paling tidak merasa lebih sreg bergaul dengan orang-orang perlente, golongan bos-bos; dan berapa sering kita acuh tak acuh terhadap orang-orang yang di bawah kita, lebih rendah status keduniaannya daripada kita. Ada dikotomi pergaulan staff – nonstaff. Terkadang kita juga sering menerapkan persaudaraan parsial. Terhadap orang-orang yang segolongan dengan kita, alangkah manis raut muka dan senyum kita. Panggilan saudara, akhi dan jabat erat kita berikan kepada ikhwan-ikhwan yang sekelompok dengan kita, sementara orang yang di luar kelompok kita, untuk tersenyum pun terasa berat. Dakwah mengalir deras, persaudaraan terasa kental untuk ikhwan-ikhwan yang terbiasa bersama kita di jamaah sholat, sedangkan orang yang baru datang, sambutan hangat hanya milik orang-orang ahli pengajian yang bersama kita. Astaghfirullah!

Ini baru satu ajaran yang mestinya kita pegang erat-erat, kita terapkan tanpa membeda-bedakan status, kedudukan dunia. 

Mari kita renungkan hal ini. 

Terakhir, saya ulangi hadis Rasulullah yang saya kutip di atas. Demi Allah, belum sempurna iman seseorang sampai aku lebih dicintai daripada bapak-ibunya, keluarganya dan manusia seluruhnya dengan harapan agar kita semua dapat membuktikan kecintaan kita kepada Rasulullah SAW dengan melaksanakan semua ajarannya.

Wallahua’lam bishshowab

Sumbawa, 25 Februari 2002

Mendidik Diri Mengenal Allah

Yang pertama kali ditangani oleh Rasulullah SAW dalam membina kaum muslimin generasi awal adalah pengenalan terhadap Allah sebagai Tuhan yang patut disembah dan membebaskan mereka dari penyembahan kepada selain Allah. Rasulullah mengajarkan kepada mereka siapa Tuhan sesungguhnya. Inilah yang disebut dengan makrifatullah, mengenal Allah. Tuhan Allah rabbil ‘alamin diperkenalkan kepada mereka dengan segala kemahaan-Nya dan semua sifat-sifat-Nya. 

Rasulullah SAW, atas perintah Allah SWT, mendidik para sahabat dengan pengetahuan ketauhidan, pengesaan terhadap Allah jauh sebelum beliau mendidik mereka tentang kewajiban-kewajiban ritual, seperti sholat, puasa dll. Hal ini merupakan landasan yang kuat dari segala ketaatan beragama, ketaatan dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan dalam agama. Rasulullah mengetahui, apabila para sahabat sudah mengenal Allah, tidak menyembah kepada selain Dia dan memahami segala sifat-sifat Allah, maka segala ketaatan tersebut tidak akan membutuhkan pengawasan manusia karena memang pemahaman yang diajarkan oleh Rasulullah adalah Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui. 

Maka kita lihat hasil didikan Rasulullah adalah generasi yang benar-benar mengenal Allah. Di zaman Umar ra, seorang anak gembala, ya cuma anak gembala bukan anak sekolahan, bukan anak gedongan dirayu untuk menjual seekor kambing milik tuannya, yang pada waktu itu walaupun jumlah kambing yang digembalakannya beribu-ribu ekor, tetapi sewaktu dirayu untuk menjual satu ekor saja, anak gembala ini balik bertanya kepada Umar ra, kalau tuan saya tidak mengetahui, maka di mana Allah. Artinya si anak gembala ini ingin mengatakan kepada Umar bukankah Allah Tuhan sekalian alam ini sungguh Maha Mengetahui? Inilah salah satu bukti hasil didikan Rasulullah. Sebuah generasi yang walaupun ada kesempatan untuk berbuat maksiat, tetapi memiliki kepahaman yang mendalam bahwa Allah sungguh Maha Mengetahui. 

Di saat sekarang pun seharusnya pemahaman seperti ini harus tetap menjadi sesuatu yang kita percayai. Konsep Allah SWT Maha Mengetahui dan Maha Melihat segala perbuatan kita akan cukup menjadikan kita orang yang istiqomah, tetap lurus dalam kebaikan. Sewaktu ada kesempatan untuk berbuat maksiat, terutama dalam keadaan sendiri, kita segera sadar, Allah selalu mengawasi kita. Kalau sudah begini yang ada dalam kesadaran kita, dalam keyakinan kita, penyakit-penyakit kronis dalam kemasyarakatan tentu tidak akan pernah timbul. Sewaktu baru dalam tataran niat saja kita akan bermaksiat kepada Allah, melanggar perintah-Nya kita segera memperingati diri bahwa Allah mengetahui bahkan niat yang baru terbersit di dalam hati. 

Dua saja sifat Allah yang kita pahami yaitu Allah Maha Mengetahui dan Allah Maha Melihat akan cukup menjadi benteng bagi kita atas segala godaan untuk bermaksiat kepadaNya. Ketaatan terhadap perintah Allah akan didasari oleh keikhlasan dan bukan didasari oleh rasa sungkan terhadap atasan atau rekan sekerja atau siapa saja. Segala perintah agama kemudian, misalnya perintah sholat, puasa, zakat dll., tidak akan terlalaikan sebab ada keyakinan bahwa semua itu tercatat, diketahui oleh Allah SWT yang kemudian harus kita pertanggungjawabkan di hari kemudian.

Mari kita pahamkan diri bahwa Allah Maha Mengetahui dan Maha Melihat.

Wallahua’lam bishawab

Sumbawa, 24 Maret 2002.

Tobat Sebelum Tertutup Pintunya


Kalau anda pernah menghadiri pemakaman, entah itu pemakaman keluarga, sahabat kawan tetangga atau siapa saja, coba perhatikan perbuatan si mayit tersebut sewaktu masih hidup. Bila ternyata dulunya ia adalah orang yang tidak lurus-lurus amat hidupnya dalam arti kalau pun beragama, ia beragama sambil lalu, sekali-kali melanggar larangan dan meninggalkan perintah, sholat ya sholat, bohong jalan terus, dosa-dosa dikumpulkan, atau kalau pun berbuat kebaikan ia lakukan setengah-setengah, maka coba tanya diri sendiri, apa yang kira-kira si mayit tersebut akan lakukan apabila diberikan kesempatan untuk hidup kembali oleh Allah SWT. Apakah menurut anda ia akan berbuat baik terus-menerus? Insya Allah, jawabannya ya.

Firman Allah SWT dalam Al Qur’an surat Al Mukminun ayat 99
Hingga apabila datang kematian kepada seorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), (QS. Al Mukminun [23]: 99). 
(Lihat juga QS 7:53; 14:44; 23:107; 32:12) 

Atau coba bayangkan kematian itu menggunakan prosedur yang memperbolehkan calon mati mengetahui hari kematiannya. Umpamanya prosedur kematian menyatakan bahwa setiap satu pekan sebelum hari kematian, dikeluarkan pengumuman mengenai siapa yang akan meninggal pekan depan. Menurut anda apa yang akan dilakukan oleh manusia dalam menyikapi prosedur permakluman kematian seperti ini? Tobat. Ya, Insya Allah masjid-masjid akan selalu dipenuhi oleh orang-orang yang bertobat. 

Ikhwan fillah, Sayangnya kedua perumpamaan di atas tidak berlaku. Dan sayangnya juga, seperti jodoh dan rezeki, ajal juga termasuk sesuatu yang misterius yang tidak ada seorang pun mengetahui kapan dan di mana ia akan meninggal. Oleh karena itu, sepatutnyalah kita yang sekarang ini masih diberikan kesempatan hidup melakukan perbuatan-perbuatan baik, melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangannya. Sepatutnya kita yang masih hidup ini memanfaatkan usia kita dengan tobat sebelum tertutup pintu tobat itu.

Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'kub. (Ibrahim berkata):"Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". (QS. Al Baqarah [2]: 132).

Saya ingin menggarisbawahi potongan kalimat terakhir, janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam. Karena mati adalah sesuatu yang misterius dan tidak dapat kita ketahui, tidak dapat kita atur sesuai keinginan kita, tidak dapat ditunda-tunda kalau memang sudah saatnya tiba, yang dapat kita lakukan adalah mempersiapkan diri. Kita harus mengkondisikan diri tetap dalam keadaan Muslim. Dalam semua momen kehidupan kita, kita harus siap dalam keadaan Islam, berserah diri. Sehingga kalaupun kematian itu datang menjemput kita, kita sudah siap dengan jawaban, fasyhad bianna muslimun maka saksikanlah bahwa kami ini orang-orang Muslim.

Wallahua’alam bishshowab.

Sumbawa, 7 Februari 2002

URGENSI ISTIGHFAR


Dalam surat pendek yang biasa kita kenal dengan nama surat An Nashr (110), Allah SWT berfirman yang artinya kira-kira: apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan engkau melihat orang berbondong-bondong masuk agama Allah (Islam) maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunlah kepada-Nya.Sesungguhnya Dia Maha Penerima taubat. 

Ada sesuatu yang menarik yang kita bisa lihat dalam surat ini. Apabila kita mendapatkan pertolongan Allah, apapun bentuk pertolongan Allah dan juga kemenangan, entah itu kemenangan dalam hidup berupa kenikmatan hidup, kenyamanan bekerja dan lain sebagainya, hal pertama yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk kita lakukan adalah bertasbih, subhanallah. Kita diperintah bertasbih dengan memuji Allah. Tetapi tidak berhenti di situ. Setelah memuji-Nya kita juga justru diperintah beristighfar, memohon ampunan Allah SWT.

Ini benar-benar menarik. Kalau kita cermati, ayat ini tidak bilang kepada kita untuk bersyukur, tidak menggunakan kata fasykur (maka bersyukurlah) tetapi menggunakan kata fasbih (maka pujilah). Jadi hal pertama, tasbih dengan tahmid. Selanjutnya kita diharuskan beristighfar.

Kalau diperhatikan, ternyata memang benar dalam keadaan menang, nyaman, enak, damai, kita cenderung lupa segalanya. Memang keadaan yang nyaman, kehidupan yang mapan dan bentuk-bentuk kemenangan lain itu cenderung melenakan. Karena itulah kita diminta segera beristighfar. Jangan sampai kita lupa diri dengan kondisi tersebut lalu lebih parah lagi lupa adanya kuasa di atas kuasa kita, Allah SWT. Inilah makna mendalam yang terkandung dalam surat An Nashr ini.

Subhanallah, alangkah tingginya ajaran Al Qur’an. 

Sumbawa, 8 January 2002

Selasa, 27 Januari 2009

Mudzakirat Syaikhut Tarbiyah Rahmat Abdullah


“Jadilah kalian orang-orang yang …
atsbatuhum mauqiifan .. yang paling kokoh atau tsabat sikapnya
arhabuhum shadran .. yang paling lapang dadanya
a’maquhum fikran .. yang paling dalam pemikirannya
ausa’uhum nazharan .. yang paling luas cara pandangnya
ansyatuhum ‘amalan .. yang paling rajin amal-amalnya
aslabuhum tanzhiman .. yang paling solid penataan organisasinya
aktsaruhum naf’an .. yang paling banyak manfaatnya

1. Atsbatuhum mauqiifan (tsabat sikapnya)

Tsabat adalah nafas rijalul haq sepanjang zaman. Ia adalah nafas Al Khalil Ibrahim as yang selalu sehat berenergi bahkan ketika menghadapi gunungan kayu yang akan melahapnya, Bilal yang tegar ditindih batu, Sumayyah martir syahidah muslimah, dan sahabat yang lain.

”Orang-orang yang tsabat harus bersabar atas anggapan bahwa perjuangan mereka dibayar, cita-cita mereka disetir, dan tujuan mereka dunia, sehingga semua tak ada yang tabu. Sogok, suap, kolusi, penyalahgunaan kekuasaan, fitnah, pemutarbalikan fitnah mereka halalkan, tak peduli bendera apapun yang mereka kibarkan : demokrasi, kekyaian ataupun HAM. .. Maka diperlukan ketsabatan untuk sampai pada saatnya masyarakat memahami kiprah da’i yang sesungguhnya, jauh dari prasangka mereka yang selama ini terbangun oleh kerusakan perilaku da’wah oleh sebagian kalangan.” (Untukmu Kader Dakwah, Rahmat Abdullah)

Tsabat artinya memiliki kekokohan sikap dan keteguhan prinsip, amanah, dan profesional dalam segala hal. Tidak menggadaikan prinsip dengan materi, tidak menukar keyakinan dengan jabatan. Bekerjalah dan berkaryalah dengan keyakinan sikap dan prinsip untuk membuktikan janji, meneguhkan komitmen untuk meraih taqwa.

Yakinlah dengan jaminan Allah, “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu."” (QS Fushshilat 41:30)

2. Arhabuhum shadran (lapang dadanya)

Sikap paling menonjol dari Nabi saw adalah lapang dada, selalu ridha, optimis, berpikir positif, tidak mempersulit diri dan orang lain, memudahkan, menggembirakan, menebar kebaikan dan senyuman. Teladanilah Rasulullah, untuk mendidik diri agar lebih rahmat, penuh kelembutan dan berlimpah kasih sayang terhadap siapa saja. Itulah keshalihan sosial yang kekuatannya luar biasa. 

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka..” (QS Al Imran 3:159)

3. A’maquhum fikran (dalam pemikirannya)

4. Ausa’uhum nazharan (luas cara pandangnya)

Point ke tiga dan ke empat ini digabungkan dalam satu frase: spesialis dan berwawasan global. Dengan spesialisasi, diharapkan fokus pada keahlian atau keterampilan tertentu, sehingga memiliki daya saing yang tinggi. Dan dengan berwawasan global, diharapkan tidak berpikiran sempit dan ‘terkotak-kotak’ pada bidang tertentu, sehingga melupakan kepaduan pemahaman terhadap ilmu dan pengembangan dunia kontemporer. Hal ini dicontohkan oleh pribadi para ilmuwan Islam masa lalu, seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al Biruni, dan lain-lain. Mereka adalah spesialis pada bidang-bidang tertentu, tetapi memiliki wawasan global terhadap perkembangan dunia di masanya.

”Belajarlah menggabungkan antara pengetahuan yang komprehensif, bersifat lintas disiplin dan generalis dengan penguasaan yang tuntas terhadap satu bidang ilmu sebagai spesialisasinya. Dengan begitu, sebagai seorang dai, Anda senantiasa berbicara dengan isi yang luas dan dalam, integral dan tajam, berbobot dan terasa penuh.” (Menikmati Demokrasi, Anis Matta)

5. Ansyatuhum ‘amalan (rajin amal-amalnya)

“Sesungguhnya amal yang dicintai Allah adakah yang berkelanjutan, meski itu sedikit.”

Adalah bukan perkara mudah untuk istiqomah dalam amal ibadah, tapi mungkin dan bisa, asalkan kita membiasakan. At first we make habbit, at last habbit make you. Keseriusan, ketekunan dan kerja keras itulah yang mengantarkan seseorang pada derajat mulia, seperti ketekunan Bilal bin Rabbah yang menjaga dengan istiqomah kondisi suci dengan wudhu dan sholat 2 rakaat setelahnya yang berbuah surga.

6. Aslabuhum tanzhiman (solid penataan organisasinya)

“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (QS Ash Shaff 61:4)

”Kita hidup dalam sebuah zaman yang oleh ahli-ahlinya dicirikan sebagai masyarakat jaringan, masyarakat organisasi. Semua aktivitas manusia dilakukan di dalam dan melalui organisasi; pemerintahan, politik, militer, bisnis, kegiatan sosial kemanusiaan, rumah tangga, hiburan, dan lain-lain. Itu merupakan kata kunci yang menjelaskan, mengapa masyarakat modern menjadi sangat efektif, efisien, dan produktif.

Masyarakat modern bekerja dengan kesadaran bahwa keterbatasan-keterbatasan yang ada pada setiap individu sesungguhnya dapat dihilangkan dengan mengisi keterbatasan mereka itu dengan kekuatan-kekuatan yang ada pada individu-individu yang lain.” (Dari Gerakan ke Negara, Anis Matta)

Bagaimanapun, kata Imam Ali bin Abi Thalib r.a “Kebenaran yang tak terorganisir akan terkalahkan oleh kebatilan yang terorganisir”. Musuh-musuh kita mengelola dan mengorganisasi pekerjaan-pekerjaan mereka dengan rapi, sementara kita bekerja sendiri-sendiri, tanpa organisasi, dan kalau ada, biasanya tanpa manajemen. Seorang penumpang bis kalah ’sukses’ dengan ‘jamaah’ penjambret. 

Copet-copet bisa ’sukses’ karena organisasinya solid, jibakunya luar biasa. Jaringan narkoba ’sukses’ karena ketaatan dan kedisiplinan menjaga ’amanah’ jaringan mereka. Maka bila mereka bisa bersatu dalam dosa dan kejahatan, apatah lagi yang berjuang di jalan Allah, harus lebih rapi dan solid lagi dalam penaatan organisasi.

7. Aktsaruhum naf’an (banyak manfaatnya)

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”(HR. Tirmidzi)

Raihlah bahagia dengan berkiprah, ringan membantu sesama dan senang membahagiakan orang. Jadilah pribadi andal layaknya bibit yang baik. Bibit yang baik, kata Imam Syahid Hasan Al-Banna dalam “Mudzakirat Da’wah wa Ad Da’iyah”, di manapun ia ditanam akan menumbuhkan pohon yang baik pula. Itulah sebaik-baik manusia, shalih linafsihi hingga naafi’un lighairihi.

”Perumpamaan mukmin itu seperti lebah. Ia hinggap di tempat yang baik dan memakan yang baik, tetapi tidak merusak.” (HR. Thabrany)
“Perumpamaan seorang mukmin adalah seperti sebatang pohon kurma. Apapun yang kamu ambil darinya akan memberikan manfaat kepadamu.” (HR. Ath-Thabrani)

Milikilah Allah dengan selalu dekat dengan-Nya. Milikilah Rasulullah dengan mantaati dan meneladaninya. Milikilah syafaat Al Qur’an dengan membaca(tilawah), merenungkan(tadabbur), menghafalkan(tahfidz), mengamalkan dan mendakwahkannya. Miliki dengan memberi. 

Wallahu ‘alam bish showab


By Diana Oktaria

Selasa, 04 November 2008

Islam datang berbicara tentang waktu. Islam menjelaskan tentang nilai waktu dan nikmatnya. Islam juga menjelaskan kepada umat manusia bahwa umur mereka terbatas. ”Tiap-tiap umat itu ada ajalnya tersendiri.” (Al-A’raf: 34)

al-banna.jpgIslam datang berbicara tentang waktu. Islam menjelaskan tentang nilai waktu dan nikmatnya. Islam juga menjelaskan kepada umat manusia bahwa umur mereka terbatas. ”Tiap-tiap umat itu ada ajalnya tersendiri.” (Al-A’raf: 34)

Islam datang memperingatkan kita agar jangan sampai lalai. Islam menjelaskan bahwa yang paling berarti dalam kehidupan ini adalah waktu. Nabi saw. Bersabda,”Tidak ada satu hari pun yang fajarnya menyingsing kecuali ia pasti mengatakan,”wahai anak Adam, aku adalah ciptaan baru yang menjadi saksi atas amal perbuatan kalian. Berbekallah dengan menggunakan kesempatan yang ada, karena sesungguhnya aku tidak akan kembali lagi hingga hari kiamat.” Waktu itu terbatas, dan perbuatanmu setiap waktu akan dihitung. ”Para malaikat siang dan malam secara bergiliran sentiasa mengawasimu.” Putaran siang berakhir hingga ashar, dan putaran malam berakhir hingga shubuh. Segala amal perbuatanmu yang baik maupun buruk akan sentiasa dihitung dan dicatat. ”Sebenarnya Kami sentiasa mendengar, dan utusan-utusan Kami pun sentiasa mencatat di sisi mereka.”(Az-Zukhruf: 80).”Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hambaNya, dan Dia mengutus kepada kalian malaikat-malaikat penjaga.”(Al-An’am: 61) clock.jpgIslam datang untuk menolehkan pandangan manusia agar melihat bahwa sesungguhnya Allah SWT. telah menganugerahkan kepada mereka sekian banyak hari dan waktu untuk diisi dengan perbuatan bermanfaat. Jika mereka mau memperhatikan hal ini, mereka pasti berbahagia dan beruntung. Jika tidak, mereka pasti akan sengsara dan merugi. ”Maka tatkala mereka telah melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka. Sehingga apabila mereka telah girang dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, kami siksa mereka dengan tiba-tiba, sehingga ketika itu mereka terdiam berputus asa.”(Al-An’am: 44) Islam menjelaskan kepada kalian bahwa waktu kalian sangatlah terbatas. Ia merupakan anugerah dari Allah SWT. yang diberikan kepada kalian. Maka kewajiban kalianlah membekalkan diri dengan mengisi waktu, karena dalam kehidupan ini, sesuatu yang paling mahal nilainya adalah waktu. Jika waktu telah berakhir, ia takkan dapat diganti. Bila telah berlalu, ia tak akan kembali. Kerana itu, Abu Bakar ra. Pernah berdoa,”Ya Allah, janganlah Engkau siksa kami secara tiba-tiba. Allah SWT. telah memerintahkan kita untuk menggunakan waktu dalam empat perkara: * Pertama: Dalam perkara yang dapat menyelamatkan keagamaan kita, yaitu berupa ketaatan kepada Allah SWT. Ini terbagi kepada dua:o Perkara-perkara yang difardhukan oleh Allah kepada kita dan tertentu waktunya, seperti salat, zakat, puasa, haji dan seterusnya.o Perkara-perkara yang dianjurkan oleh Allah kepada kita berupa amalan-amalan nafilah (sunnah), seperti tilawah Al-Quran, sodaqah, zikir dan membaca Selawat Nabi. * Kedua: Dalam perkara-perkara yang juga memberikan manfaat kepada kita , berupa mencari rezeki yang halal untuk keperluan kita dan keluarga yang kita tanggung. Jika hal ini kita lakukan dengan ikhlas, ia menjadi amal ibadah. Rasulullah saw. Bersabda.”Barangsiapa di petang hari keletihan kerana bekerja, di petang itu dia mendapat ampunan.” * Ketiga: Dalam perkara-perkara yang mendatangkan manfaat kepada orang lain. Itu merupakan bagian dari bentuk pendekatan diri yang paling agung. Rasulullah saw. Bersabda, ”Barangsiapa keluar rumah untuk memenuhi hajat saudaranya, ia seperti orang yang melakukan iktikaf di masjidku ini selama sebulan.” Hal ini memuatkan hakikat bahawa manusia seluruhnya adalah ”keluarga” Allah. Orang yang paling dekat denganNya adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Karena itu, engkau mesti dapat memberikan manfaat kepada mereka, sama ada dalam aspek material atau pun lainnya. * Keempat: Dalam perkara yang dapat memberi ganti atas sesuatu yang hilang dari kita, yaitu waktu istirahat. Karena sesungguhnya badanmu itu mempunyai hak yang harus kau tunaikan. Karena itu, tentukanlah waktu khusus untukmu, yang di situ kamu dapat memperbaharui kegiatanmu dan menyegarkan kembali semangatmu. Itu dapat dilakukan dengan cara berenang, memanah, menunggang kuda, santai yang baik, dan jenis-jenis ketrampilan olahraga lainnya. Sayangnya kita telah terbiasa untuk tidak mengenal nilai waktu dalam berbagai aktivitas kehidupan kita. Kita tidak menghargai waktu sebagaimana mestinya dan kita menggunakannya untuk hal-hal yang tidak ada kaitan sama sekali dengan Islam, seperti menonton filem, teater, tarian dan menghadiri kelab-kelab yang penuh maksiat. Kita berkiblat kepada Eropa secara membabi buta, lebih mengutamakan kegiatan itu daripada kegiatan yang baik dan amalan-amalan yang bermanfaat. Kita memohon kepada Allah SWT. taufiq yang kekal serta hidayah menuju jalan yang paling lurus. Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada penghulu kita Muhammad, serta keluarga dan para sahabatnya. (Haluan Tarbawi)

AHLAN WA SAHLAN KRISTAL 2009


WELCOME TO KRISTAL 2009!
Sebentar lagi kita akan bertemu dengan KRISTAL' 2009 dan ini adalah KRISTAL yang ke-10 kali diadakan oleh FDRM dan ISLAMUNA. Dan khusus yang ke-10 ini kita akan mengundang sekitar 500 pelajar se Kalimantan Barat. Dan Insya Allah kita akan mengundang semua sekolah di Kalimantan Barat ini (atau teman-teman dari luar Kalimantan Barat juga ingin ikutan?) Boleh aja.
Yang jelas KRISTAL ke-10 ini memang beda banget dari yang nomor 1-9!

Rabu, 09 Juli 2008

KRISTAL 2008


KRISTAL 2008 baru saja berakhir, di Sedau dari tanggal 4-7 Juli 2008, mungkin ini adalah KRISTAL yang terakhir di Sedau, sebagai ucapan berpisah dengan Sedau dan sekitarnya, karena lokasi yang sudah sangat sempit. Tidak memungkinkan lagi untuk diadakannya perkemahan dengan skala besar. Tapi nggak apa-apa, suatu saat kalo kangen, bisa balik lagi ke Sedau. Good bye Sedau... Your memory will always on my minds..